Sunday, October 24, 2010

Jinayat

PENGERTIANNYA
Hukum Pidana Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayat atau jarimah. Jinayat dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak pidana. Jinahah merupakan bentuk verbal noun (mashdar) dari kata jana. Secara etimologi jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Secara terminologi kata jinayat mempunyai beberapa pengertian, seperti yang diungkapkan oleh Abd al Qodir Awdah bahwa jinayat adalah perbuatan yang dilarang oleh syara' baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya.
Faedah dan manafaat daripada Pengajaran Jinayat :-

1) Menjaga keselamatan nyawa daripada berlaku berbunuhan sesama
sendiri dan sebagainya

2) Menjaga keamanan maruah di dalam masyarakat daripada segala
fitrah tuduh-menuduh.

3) Menjaga keamanan maruah di dalam harta benda dan nyawa daripada
kecurian, ragut dan lain-lain.

4) Berhubung dengan keamanan negara dan menyelenggarakan
keselamatan diri.

5) Perkara yang berhubung di antara orang-orang Islam dengan
orang-orang kafir di dalam negara Islam Pembunuhan 


TIGA MACAM PEMBUNUHAN

SENGAJA (DIRENCANAKAN)

Pembunuhan dengan sengaja, dalam bahasa Arab, disebut “qatlu al-‘amd”. Secara etimologi bahasa Arab, kata qatlu al-‘amd tersusun dari dua kata, yaitu al-qatlu dan al-‘amd. Kata “al-qatlu” artinya “perbuatan yang dapat menghilangkan jiwa”, [2] sedangkan kata “al-‘amd” artinya “sengaja dan berniat”. [3] Yang dimaksud pembunuhan dengan sengaja di sini adalah seorang mukalaf secara sengaja (dan terencana) membunuh jiwa yang terlindungi darahnya, dengan cara dan alat yang biasanya dapat membunuh. [4]

HUKUMANNYA

Wajib diqishos (berarti hukumannya di bunuh) kecuali dimaafkan oleh ahli waris dengan membayar diyat atau dimaafkan sama sekali.

Rukun Pembunuhan Dengan Sengaja
 1. Korban terbunuh. Apabila seseorang sengaja membunuh korban dengan senjata yang bisa membunuh, seperti kapak atau sejenisnya, namun korbannya selamat dan dapat disembuhkan, maka ini tidak termasuk pembunuhan dengan sengaja.  Korban terbunuh ini memiliki dua syarat:
a. Bani adam (manusia). Apabila korban yang terbunuh bukan manusia, tentulah tidak dikatakan pembunuhan dengan sengaja.
b. Terjaga darahnya (ma’shum ad-dam).
2. Kesengajaan membunuh korban atau keinginan dari pembunuh untuk membunuh korban. Hal ini mencakup dua keinginan, yaitu kesengajaan membunuh (qashdu al-jinayat) dan sengaja menjadikan pihak terbunuh sebagai korban (qashdu al-majni ‘alaih)

3. Alat yang digunakan adalah alat yang bisa membunuh, baik senjata tajam atau yang lainnya.


TIDAK SENGAJA
Pembunuhan tidak sengaja ialah perbuatan terhadap diri seseorang dengan alat atau sesuatu yang biasanya tidak mematikan. Tetapi seseorang itu mati karena perbuatan atau tindakannya. Contoh orang memukul oran g lain dengan sapu lidi kemudian yang dipukul mati.

HUKUMANNYA

Pembunuhan tidak sengaja tidak kena hukuman qishash tetapi pembunuhnya harus membayar diyat besar, sebagaimana diyat bagi pembunuh sengaja yang dimaafkan ahli waris terbunuh. Diyat itu boleh dibayar selama 3 tahun dengan angsuran setiap tahun 1/3-nya.


Pembunuhan tidak ada unsur membunuh (Qatlul Khathaâ’)

Pembunuhan yang tidak ada unsur membunuh ialah perbuatan yang tidak ditujukan kepada seseorang tetapi seseorang mati karena perbuatannya. Misalnya orang melempar batu ke hutan tiba-tiba oran g mati terkena batu tersebut.

HUKUMANNYA
 
Tidak wajib diqishos. Hanya diwajibkan membayar diyat yang berat dan dibebankan kepada keluarganya dengan diangsur selama 3 tahun


 

Wednesday, September 29, 2010

Pengertian Dhoruri

Ilmu Dhoruri dan Ilmu Muhtasab
Ilmu Dloruri ialah…

Ilmu yang tidak melalui proses pemikiran (kajian) & pembuktian ataupun penggunaan dalil. Sebagaimana ilmu/pengetahuan tentang sesuatu yang didapat dari salah satu pancaindera, yaitu indera penglihat, indera pendengar, indera peraba, indera pengecap, dan indera pembau atau bias juga disebut sebagai berita yang mutawattir.
Mutawattir: sambung menyambung dan diriwayatkan banyak orang

Contoh: sepeda motor itu beroda 2, saya melihat bahwa benar sepeda motor itu beroda 2, begitupun orang lain melihatnya,babi haram tetapi bisa menjadi hala bila dalam keadaan dlorurot.

dalil Naqli: Al Maidah 3

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (3)
Artinya:

3. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini[397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


Ilmu Muktasab ialah…

Pengetahuan tentang sesuatu yang didapat atau dihasilkan melalui proses pemikiran (kajian) dan pembuktian/penggunaan dalil. Seperti, pengetahuan bahwa alam ini adalah baru . Pengetahuan ini didasarkan atas pemikiran/kajian terhadap alam dan hal-hal yang dikajikan di alam ini, berupa pergantian & perubahan.

Seperti:

- pergantian malam dengan siang

- pergantian gelap dengan terang

- pergantian gerak dengan diam

Dari perubahan dan pergantian di alam ini, kemudian diputuskan bahwa alam ini baru.


source:shoufipd.blogspot.com

Fiqih

Fiqh merupakan salah satu disiplin ilmu Islam yang bisa menjadi teropong keindahan dan kesempurnaan Islam. Dinamika pendapat yang terjadi diantara para fuqoha menunjukkan betapa Islam memberikan kelapangan terhadap akal untuk kreativitas dan berijtihad. Sebagaimana qaidah-qaidah fiqh dan prinsif-prinsif Syari'ah yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lima aksioma, yakni; Agama, akal, jiwa, harta dan keturunan menunjukkan betapa ajaran ini memiliki filosofi dan tujuan yang jelas, sehingga layak untuk exis sampai akhir zaman.




Pengertian Fiqh

Fiqh menurut Etimologi
Fiqh menurut bahasa berarti; faham, sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka memahami perkataanku." ( Thaha:27-28)
Pengertian fiqh seperti diatas, juga tertera dalam ayat lain, seperti; Surah Hud: 91, Surah At Taubah: 122, Surah An Nisa: 78

Fiqh dalam terminologi Islam
Dalam terminologi Islam, fiqh mengalami proses penyempitan makna; apa yang dipahami oleh generasi awal umat ini berbeda dengan apa yang populer di genersi kemudian, karenanya kita perlu kemukakan pengertian fiqh menurut versi masing-masing generasi;




Pengertian fiqh dalam terminologi generasi Awal

Dalam pemahaman generasi-generasi awal umat Islam (zaman Sahabat, Tabi'in dst.), fiqh berarti pemahaman yang mendalam terhadap Islam secara utuh, sebagaimana tersebut dalam Atsar-atsar berikut, diantaranya sabda Rasulullah SAW:
"Mudah-mudahan Allah memuliakan orang yang mendengar suatu hadist dariku, maka ia menghapalkannya kemuadian menyampaikannya (kepada yang lain), karena banyak orang yang menyampaikan fiqh (pengetahuan tentang Islam) kepada orang yang lebih menguasainya dan banyak orang yang menyandang fiqh (tetapi) dia bukan seorang Faqih." (HR Abu Daud, At Tirmdzi, An Nasai dan Ibnu Majah)

Ketika mendo'akan Ibnu Abbas, Rasulullah SAW berkata:
"Ya Allah, berikan kepadanya pemahaman dalam agama dan ajarkanlah kepadanya tafsir." (HR Bukhari Muslim)

Dalam penggalan cerita Anas bin Malik tentang beredarnya isu bahwa Rasulullah SAW telah bersikap tidak adil dalam membagikan rampasan perang Thaif, ia berkata:
"Para ahli fiqihnya berkata kepadanya: Adapun para cendekiawan kami, Wahai Rasulullah ! tidak pernah mengatakan apapun." (HR Bukhari)

Dan ketika Umar bin Khattab bermaksud untuk menyampaikan khutbah yang penting pada para jama'ah haji, Abdurrahman bin Auf mengusulkan untuk menundanya, karena dikalangan jama'ah bercampur sembarang orang, ia berkata:
"Khususkan (saja) kepada para fuqoha (cendekiawan)." (HR Bukhari)

Makna fiqh yang universal seperti diatas itulah yang difahami generasi sahabat, tabi'in dan beberapa generasi sesudahnya, sehingga Imam Abu Hanifah memberi judul salah satu buku akidahnya dengan "al Fiqh al Akbar." Istilah fuqoha dari pengertian fiqih diatas berbeda dengan makna istilah Qurra sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun, karena dalam suatu hadist ternyata kedua istilah ini dibedakan, Rasulullah SAW bersabda:
"Dan akan datang pada manusia suatu zaman dimana para faqihnya sedikit sedangkan Qurranya banyak; mereka menghafal huruf-huruf al Qur'an dan menyia-nyiakan norma-normanya, (pada masa itu) banyak orang yang meminta tetapi sedikit yang memberi, mereka memanjangkan khutbah dan memendekkan sholat, serta memperturutkan hawa nafsunya sebelum beramal." (HR Malik)

Lebih jauh tentang pengertian Fiqh seperti disebutkan diatas, Shadru al Syari'ah Ubaidillah bin Mas'ud menyebutkan: "Istilah fiqh menurut generasi pertama identik atas ilmu akhirat dan pengetahuan tentang seluk beluk kejiwaan, sikap cenderung kepada akhirat dan meremehkan dunia, dan aku tidak mengatakan (kalau) fiqh itu sejak awal hanya mencakup fatwa dan (urusan) hukum-hukum yang dhahir saja."

Demikian juga Ibnu Abidin, beliau berkata: "Yang dimaksud Fuqaha adalah orang-orang yang mengetahuai hukum-hukum Allah dalam i'tikad dan praktek, karenanya penamaan ilmu furu' sebagai fiqh adalah sesuatu yang baru."

Definisi tersebut diperkuat dengan perkataan al Imam al Hasan al Bashri: "Orang faqih itu adalah yang berpaling dari dunia, menginginkan akhirat, memahami agamanya, konsisten beribadah kepada Tuhannya, bersikap wara', menahan diri dari privasi kaum muslimin, ta'afuf terhadap harta orang dan senantiasa menasihati jama'ahnya."


Pengertian fiqh dalam terminologi Mutaakhirin

Dalam terminologi mutakhirin, Fiqh adalah Ilmu furu' yaitu:"mengetahui hukum Syara' yang bersipat amaliah dari dalil-dalilnya yang rinci.
Syarah/penjelasan definisi ini adalah:
- Hukum Syara': Hukum yang diambil yang diambil dari Syara'(Al-Qur'an dan As-Sunnah), seperti; Wajib, Sunah, Haram, Makruh dan Mubah.
- Yang bersifat amaliah: bukan yang berkaitan dengan aqidah dan kejiwaan.
- Dalil-dali yang rinci: seperti; dalil wajibnya sholat adalah "wa Aqiimus sholaah", bukan kaidah-kaidah umum seperti kaidah Ushul Fiqh.

Dengan definisi diatas, fiqh tidak hanya mencakup hukum syara' yang bersifat dharuriah (aksiomatik), seperti; wajibnya sholat lima waktu, haramnya hamr, dsb. Tetapi juga mencakup hukum-hukum yang dhanny, seperti; apakah menyentuh wanita itu membatalkan wudhu atau tidak? Apakah yang harus dihapus dalam wudhu itu seluruh kepala atau cukup sebagiannya saja?

Lebih spesifik lagi, para ahli hukum dan undang-undang Islam memberikan definisi fiqh dengan; Ilmu khusus tentang hukum-hukum syara' yang furu dengan berlandaskan hujjah dan argumen.




Hubungan Fiqh dan Syari'ah

Setelah dijelaskan pengertian fiqh dalam terminologi mutakhirin yang kemudian populer sekarang, dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan antar Fiqh dan Syari'ah adalah:

Bahwa ada kecocokan antara Fiqh dan Syari'ah dalam satu sisi, namun masing-masing memiliki cakupan yang lebih luas dari yang lainnya dalam sisi yang lain, hubungan seperti ini dalam ilmu mantiq disebut "'umumun khususun min wajhin" yakni; Fiqh identik dengan Syari'ah dalam hasil-hasil ijtihad mujtahid yang benar. Sementara pada sisi yang lain Fiqh lebih luas, karena pembahasannya mencakup hasil-hasil ijtihad mujtahid yang salah, sementara Syari'ah lebih luas dari Fiqh karena bukan hanya mencakup hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah amaliah saja, tetapi juga aqidah, akhlak dan kisah-kisah umat terdahulu.
Syariah sangat lengkap; tidak hanya berisikan dalil-dalil furu', tetapi mencakup kaidah-kaidah umum dan prinsif-prinsif dasar dari hukum syara, seperti; Ushul al Fiqh dan al Qawa'id al Fiqhiyyah.
Syari'ah lebih universal dari Fiqh.
Syari'ah wajib dilaksanakan oleh seluruh umat manusia sehingga kita wajib mendakwahkannya, sementara fiqh seorang Imam tidak demikian halnya.
Syari'ah seluruhnya pasti benar, berbeda dengan fiqh.
Syari'ah kekal abdi, sementara fiqh seorang Imam sangat mungkin berubah.




Patokan-patokan dalam Fiqh

Dalam mempelajari fiqh, Islam telah meletakkan patokan-patokan umum guna menjadi pedoman bagi kaum muslimin, yaitu :




Melarang membahas peristiwa yang belum terjadi sampai ia terjadi.

Sebagaimana Firman Allah Ta'ala : "Hai orang-orang yang beriman ! janganlah kamu menanyakan semua perkara, karena bila diterangkan padamu, nanti kamu akan jadi kecewa ! tapi jika kamu menayakan itu ketika turunnya al-qur'an tentulah kamu akan diberi penjelasan. Kesalahanmu itu telah diampuni oleh Allah dan Allah maha pengampunlagi penyayang." (Q. S. Al-Maidah: 101)

Dan dalam sebuah hadits ada tersebut bahwa Nabi Saw. telah melarang mempertanyakan "Aqhluthath" yakni masalah-masalah yang belum lagi terjadi.


Menjauhi banyak tanya dan masalah-masalah pelik.

Dalam sebuah hadits di katakan: "Sesungguhnya Allah membenci banyak debat, banyak tanya, dan menyia-nyiakan harta."

"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban maka janganlah disia-siakan, dan telah menggariskan undang-undang, maka jangan dilampui, mengaharamkan beberapa larangan maka jangan dlannggar, serta mendiamkan beberapa perkara bukan karena lupa untuk menjadi rahmat bagimu, maka janganlah dibangkit-bangkit!"

"Orang yang paling besar dosanya ialah orang yang menanyakan suatu hal yang mulanya tidak haram, kemudian diharamkan dengan sebab pertanyaan itu."


Menghindarkan pertikaian dan perpecahan didalam agama.

Sebagaimana Firman Allah Ta'ala:
"Hendaklah kamu sekalian berpegang teguh pada tali Allah dan jangan berpecah belah !" (Q. S. Ali Imran: 103).
Dan firmanNya : "Janganlah kamu berbantah-bantahan dan jangan saling rebutan, nanti kamu gagal dan hilang pengaruh!" (Q. S. Al-Anfal 46). Dan firmanNya lagi : "Dan janganlah kamu seperti halnya orang-orang yang berpecah-belah dan bersilang sengketa demi setelah mereka menerima keterangan-keterangan! dan bagi mereka itu disediakan siksa yang dahsyat." (Q. S. Ali Imran 105)


Mengembalikan masalah-masalah yang dipertikaikan kepada Kitab dan sunah.

Berdasarkan firman Allah SWT:
"Maka jika kamu berselisih tentang sesuatu perkara, kembalilah kepada Allah dan Rasul." (Q. S. An-Nisa 9).
Dan firman-Nya: "Dan apa-apa yang kamu perselisihkan tentang sesuatu maka hukumnya kepada Allah." (Q. S. Asy- Syuro: 10).

Hal demikian itu, karena soal-soal keagamaan telah diterangkan oleh Al-qur'an, sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan kami turunkan Kitab Suci Al-qur'an untuk menerangkan segala sesuatu." (QS. An-Nahl 89).
Begitu juga dalam surah: Al-An'am 38, An-Nahl 44 dan An-Nisa 105, Allah telah menjelaskan keuniversalan al Qur'an terhadap berbagai masalah kehidupan.

Sehingga dengan demikian sempurnalah ajaran Islam dan tidak ada lagi alasan untuk berpaling kepada selainnya. Allah SWT berfirman :
"Pada hari ini telah Ku sempurnakan bagimu agamamu, telah Ku cukupkan ni'mat karunia-Ku dan telah Ku Ridhoi Islam sebagai agamamu." (Q. S. Al Maidah: 5).

Dan firman Allah SWT:
"Tidak ! Demi Tuhan ! mereka belum lagi beriman, sampai bertahkim padamu tentang soal-soal yang mereka perbantahkan kemudian tidak merasa keberatan didalam hati menerima putusanmu, hanya mereka serahkan bulat-bulat kepadamu." (Q. S. An-Nisa: 66)


source:http://forum.dudung.net

Ushul Fiqih

Pengertian Ushul Fiqh dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu : kata Ushul dan kata Fiqh; dan dapat dilihat pula sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu Syari'ah. 
Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh.
Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh.
Sedangkan menurut istilah, ashl dapat berarti dalil, seperti dalam ungkapan yang dicontohkan oleh Abu Hamid Hakim :

Artinya:
"Ashl bagi diwajibkan zakat, yaitu Al-Kitab; Allah Ta'ala berfirman: "...dan tunaikanlah zakat!."
Dan dapat pula berarti kaidah kulliyah yaitu aturan/ketentuan umum, seperti dalam ungkapan sebagai berikut :

Artinya:
"Kebolehan makan bangkai karena terpaksa adalah penyimpangan dari ashl, yakni dari ketentuan/aturan umum, yaitu setiap bangkai adalah haram; Allah Ta'ala berfirman : "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai... ".
Dengan melihat pengertian ashl menurut istilah di atas, dapat diketahui bahwa Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua kata, berarti dalil-dalil bagi fiqh dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi fiqh.
Fiqh itu sendiri menurut bahasa, berarti paham atau tahu. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid al-Jurjaniy, pengertian fiqh yaitu :

Artinya:
"Ilmu tentang hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci."
Atau seperti dikatakan oleh Abdul Wahab Khallaf, yakni:

Artinya:
"Kumpulan hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci".
Yang dimaksud dengan dalil-dalilnya yang terperinci, ialah bahwa satu persatu dalil menunjuk kepada suatu hukum tertentu, seperti firman Allah menunjukkan kepada kewajiban shalat.

Artinya:
".....dirikanlah shalat...."(An-Nisaa': 77)
Atau seperti sabda Rasulullah SAW :

Artinya:
"Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar (benda yang memabukkan)." (HR Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah).
Hadits tersebut menunjukkan kepada keharaman jual beli khamar.
Dengan penjelasan pengertian fiqh di atas, maka pengertian Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu dalil-dalil bagi hukum syara' mengenai perbuatan dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi pengambilan hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Tidak lepas dari kandungan pengertian Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua buah kata tersebut, para ulama ahli Ushul Fiqh memberi pengertian sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu syari'ah. Misalnya Abdul Wahhab Khallaf memberi pengertian Ilmu Ushul Fiqh dengan :

Artinya:
"Ilmu tentang kaidah-kaidah (aturan-atura/ketentuan-ketentuan) dan pembahasan-pemhahasan yang dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci."
Maksud dari kaidah-kaidah itu dapat dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan, yakni bahwa kaidah-kaidah tersebut merupakan cara-cara atau jalan-jalan yang harus ditempuh untuk memperoleh hukum-hukum syara'; sebagaimana yang terdapat dalam rumusan pengertian Ilmu Ushul Fiqh yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah sebagai berikut :

Artinya :
"Ilmu tentang kaidah-kaidah yang menggariskan jalan-jalan utuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dan dalil-dalilnya yang terperinci."
Dengan lebih mendetail, dikatakan oleh Muhammad Abu Zahrah bahwa Ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu yang menjelaskan jalan-jalan yang ditempuh oleh imam-imam mujtahid dalam mengambil hukum dari dalil-dalil yang berupa nash-nash syara' dan dalil-dalil yang didasarkan kepadanya, dengan memberi 'illat (alasan-alasan) yang dijadikan dasar ditetapkannya hukum serta kemaslahatan-kemaslahatan yang dimaksud oleh syara'. Oleh karena itu Ilmu Ushul Fiqh juga dikatakan :

Artinya:
"Kumpulan kaidah-kaidah yang menjelaskan kepada faqih (ahli hukum Islam) cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalil syara'." 

source:www.cybermq.com